Kedaulatan Bahasa Indonesia dalam Algoritma Kecerdasan Artifisial

Menurut Elon Musk, kecerdasan artifisial (KA) atau yang lebih dikenal dengan artificial intellligence (AI) lebih berbahaya daripada senjata nuklir. Pendapat tersebut diungkapkan sebelas tahun yang lalu dan dianggap berlebihan oleh banyak orang pada saat itu. Namun, kini kalimat tersebut terasa seperti ramalan yang perlahan menjadi kenyataan. Dua dekade menjelang tahun 2045, waktu terus bergerak menuju titik prediksi tonggak perubahan peradaban ketika KA mencapai level yang setara dengan gabungan seluruh otak manusia di dunia. Teknologi telah beradaptasi untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi manusia. Sudah bukan hal yang mustahil untuk KA membuat dan menganalisis bahasa layaknya manusia sejati. Alih-alih menyelesaikan masalah, teknologi ini justru berpotensi menjadi masalah itu sendiri.

Indonesia sendiri menduduki peringkat ketiga sebagai negara pengguna KA terbanyak di dunia dengan total 1,4 miliar kunjungan. Namun, 92,65% basis data pelatihan model bahasa KA masih didominasi oleh bahasa Inggris, sementara kontribusi bahasa Indonesia hanya sekitar 0,6% saja. KA pada dasarnya hanya bekerja berdasarkan algoritma sehingga dominasi ini menunjukkan KA tidak berpikir dengan struktur bahasa Indonesia, tetapi hanya menerjemahkan pola bahasa asing ke dalam bentuk yang mirip bahasa Indonesia.

Tatanan kalimat yang kerap ditawarkan KA dengan membawa pola asing pun perlahan diterima oleh penutur bahasa Indonesia tanpa disadari. Tidak jarang kita menemukan kalimat “saya akan kirim ke kamu” setelah memberikan perintah kepada KA. Kalimat tersebut sebenarnya mengikuti pola bahasa Inggris “i will send to you.” Bentuk yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia adalah “saya akan mengirimkanmu.” Penyimpangan seperti ini membuat bahasa Indonesia lambat laun kehilangan kaidahnya dan berubah menjadi struktur baru yang bergantung pada bahasa asing.

Dampak dominasi terhadap bahasa asing dalam algoritma KA kian merambat kepada penerus bangsa Indonesia. KA memungkinkan siswa untuk menghasilkan tugas dengan cepat dan efisien. Survei yang dilakukan terhadap 1.501 responden pelajar menunjukkan bahwa 86,21% menggunakan KA dan lebih dari setengahnya mengaku menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan dari KA tanpa memperhatikan kaidah penulisan yang tidak sesuai. Persoalan puncak terlihat pada fakta bahwa 75,73% siswa tersebut tidak mendapat hukuman atau teguran dari tenaga pendidik.

Ketergantungan berlebih generasi muda terhadap KA dapat berdampak serius pada mutu pendidikan. Masalah ini mengakibatkan kemampuan menyusun argumen dan berpikir kritis mereka dalam bahasa Indonesia semakin melemah. Generasi muda terancam menjadi penutur pasif yang fasih menyalin teks, tetapi tumpul dalam berpikir. Kondisi ini tentu mengancam tujuan pendidikan Indonesia untuk mencetak pemikir yang mandiri dan mampu berpikir secara kritis.

KA telah membawa kita secara tidak langsung kepada pertarungan identitas. KA tampak menjelma menjadi wajah baru kolonialisme budaya asing yang tak kasat mata. KA seperti mencuci otak generasi muda untuk terbiasa dengan struktur bahasa yang menjauh dari kaidah dan mengikis kemampuan berpikir kritis mereka sebagai penerus bangsa Indonesia. Dahulu, kita berjuang agar bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa persatuan. Namun, kini kita ditantang untuk memastikan bahasa Indonesia tetap berdaulat di tengah dominasi data dan algoritma KA. Identitas dan kekayaan bangsa Indonesia akan turut terbunuh oleh sebuah mesin apabila kerangka berpikir generasi mendatang dibentuk oleh pola bahasa asing.

Di sisi lain, perspektif yang berbanding terbalik justru muncul dengan melihat peluang KA dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. KA membuka peluang dalam menghadirkan pendidikan yang lebih personal dan responsif. Sejatinya, tidak semua siswa memiliki gaya belajar dan kecepatan pemahaman yang sama. Materi pembelajaran dapat disesuaikan secara individual berdasarkan kemampuan dan perkembangan setiap siswa dengan bantuan KA. Teknologi ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi materi pembelajaran dalam tempo mereka sendiri dan mengulang penjelasan. Sehingga KA pada dasarnya mampu mengatasi keterbatasan metode pengajaran konvensional yang kerap bersifat personal.

Kecerdasan manusia juga tidak akan tergantikan oleh kecerdasan buatan yang tidak memiliki pengalaman hidup dan emosi. Tulisan yang dihasilkan KA tidak mencerminkan empati serta nilai-nilai personal yang autentik. Hal inilah yang menjadi pembeda dan membuat tulisan manusia tetap unik sehingga tidak dapat digantikan oleh KA. Genre yang sangat bergantung pada kedalaman emosional dan bersifat personal, seperti sastra dan opini, tentu tidak akan pernah memiliki nuansa yang sama ketika ditulis oleh mesin dibandingkan dengan manusia.

Peluang dan tantangan yang turut menyertai kehidupan peradaban di era KA bergantung pada cara kita menyikapinya. Literasi digital yang kuat adalah fondasi untuk menjadikan KA sebagai sesuatu yang tidak perlu ditakuti sebagai musuh. Sekolah dan universitas sudah sepatutnya mengajarkan siswa cara menyunting tulisan yang dihasilkan KA agar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Program literasi digital juga harus menjangkau daerah pedesaan agar semua orang memiliki akses terhadap keterampilan dalam memanfaatkan KA. Rencana pemerintah memasukkan materi KA dan pemrograman ke sekolah dasar sudah selayaknya diimbangi dengan pendidikan literasi digital dan keterampilan berpikir kritis. Pijakan tersebut diperlukan agar generasi muda tidak menjadi pengguna pasif tanpa kemampuan berpikir kritis yang memadai.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi telah meluncurkan Panduan Generative Artificial  Intelligence (GenAI) pada Pembelajaran di Perguruan Tinggi sebagai jawaban atas permasalahan KA saat ini. Buku panduan setebal 121 halaman ini dihadirkan untuk membimbing dosen dan mahasiswa dalam memanfaatkan KA sebagai alat bantu. Mahasiswa dapat memanfaatkan KA untuk membantu pembelajaran dan penelitian, tetapi dengan cara yang cerdas dan bertanggung jawab agar tetap menjaga keaslian karya mereka.

Menjaga kedaulatan bahasa Indonesia tidak dapat serta-merta diserahkan kepada pemerintah atau institusi pendidikan. Bangsa Indonesia tidak boleh hanya menjadi pengguna, tetapi juga perlu menjadi produsen dalam algoritma KA demi mempertahankan kedaulatan bahasa Indonesia. Masyarakat luas, terutama generasi muda, memegang peran yang sama pentingnya. Setiap unggahan di media sosial, baik itu karya tulis, video, hingga siniar yang dibuat dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya adalah bentuk kontribusi nyata terhadap basis data bahasa Indonesia dalam algoritma KA. Konten-konten tersebut dapat menjadi bahan pelatihan bagi model KA sehingga lebih memahami struktur bahasa Indonesia secara autentik. Selain menghimpun teks resmi seperti dokumen pemerintah, karya ilmiah, dan buku ajar, penting pula untuk melibatkan teks berbasis budaya berupa karya sastra, cerita rakyat, hingga esai. Dengan demikian, KA dapat mengenali keragaman gaya bahasa Indonesia secara lebih utuh.

Generasi muda juga memiliki peran krusial untuk menumbuhkan kebiasaan kritis dalam memperhatikan satuan-satuan bahasa Indonesia. Langkah awal sederhana diiringi dengan proses pengolahan data yang dilakukan melalui tahapan penyaringan berdasarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan edisi kelima (EYD V). Tahap ini juga mencakup pembersihan dari duplikasi, koreksi kesalahan ketik, hingga penyesuaian terhadap informasi yang dianggap tidak relevan. Keseluruhan proses ini bertujuan untuk menyajikan data yang benar-benar akurat dan layak digunakan.

Keberadaan data yang bersih dan terstandar menjadi fondasi bagi kajian kebahasaan dan membuka ruang lebih luas untuk pemanfaatan dalam berbagai konteks, seperti penelitian, pendidikan, maupun pengembangan teknologi berbasis bahasa Indonesia. Setiap upaya pemeliharaan dan pengembangan bahasa Indonesia dapat disusun lebih objektif dan dapat dipertanggungjawabkan melalui data yang terkelola dengan baik. Sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan kesadaran bahwa bahasa adalah alat komunikasi dan aset pengetahuan yang memerlukan perhatian serius agar tetap relevan serta berdaya guna di tengah perubahan zaman.

Dalam upaya ini, generasi muda dapat memanfaatkan berbagai program dan fasilitas yang telah disediakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Misalnya, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring dapat menjadi rujukan utama untuk memastikan ketepatan arti kata dan contoh penggunaannya dalam kalimat. Hal ini sangat penting ketika suatu sistem KA dirancang untuk berinteraksi dengan masyarakat luas karena kesalahan pemaknaan akan berakibat pada kesalahpahaman yang fatal. Selain itu, fitur Padanan Istilah (Pasti) dapat membantu memastikan padanan dari istilah asing yang semakin banyak digunakan di era globalisasi. Pemanfaatkan KBBI Daring atau Pasti untuk menguji kebenaran kata dan istilah membuktikan bahwa bahasa Indonesia memiliki sumber rujukan ilmiah yang kuat dan terpercaya. Pengintegrasian rujukan-rujukan resmi ini ke dalam sistem KA juga menunjukkan semangat bangsa Indonesia dalam mendukung penggunaan bahasa Indonesia yang benar dan berdaya saing di ranah digital.

Dengan demikian, kedaulatan bahasa Indonesia di era KA tidak hanya ditentukan oleh regulasi dan kebijakan, tetapi juga oleh kebiasaan sehari-hari penuturnya. Generasi muda perlu menumbuhkan kesadaran bahwa bahasa Indonesia alat komunikasi yang merupakan identitas dan kebanggaan nasional. Jika penutur bahasa Indonesia konsisten menulis dan berkarya dengan bahasa Indonesia yang benar, maka akan terbangun benteng pertahanan bahasa Indonesia di era digital.

Perjalanan bahasa Indonesia dimulai sejak 28 Oktober 1928 ketika Sumpah Pemuda diikrarkan oleh generasi muda yang memilih bahasa Indonesia sebagai simbol kedaulatan bangsa. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 200 juta orang di dunia menggunakan bahasa Indonesia secara aktif yang menjadikannya salah satu dari sepuluh bahasa dengan penutur terbanyak di dunia. Bahasa Indonesia pun telah ditetapkan dan digunakan secara resmi dalam sidang umum UNESCO. Perjalanan historis ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah beradaptasi dengan berbagai tantangan, mulai dari kolonialisme hingga globalisasi. Tantangan di era KA juga dapat dihadapi dengan semangat yang sama. Generasi muda saat ini juga memiliki tanggung jawab untuk membuat bahasa Indonesia tetap tegak di tengah arus globalisasi digital sebagaimana pemuda Indonesia terdahulu.

Bahasa Indonesia bukanlah milik pemerintah atau lembaga resmi saja, melainkan milik seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, upaya menjaga martabatnya tidak boleh hanya bergantung pada satu pihak. Akademisi, pendidik, komunitas literasi, hingga generasi muda yang aktif di media sosial, semuanya memiliki peran penting. Apabila dunia telah mengakui kekayaan bahasa Indonesia, berarti tidak ada lagi alasan untuk meragukan identitas kita.

Menjaga kedaulatan bahasa di tengah arus kecerdasan buatan berarti membangun peradaban digital yang berakar pada jati diri bangsa. Sudah sepatutnya bahasa Indonesia menjadi kebanggaan penuturnya, sebagaimana pesan Ki Hajar Dewantara bahwa bahasa adalah cerminan suatu bangsa. Sudah saatnya generasi muda tampil sebagai garda depan untuk menjaga bahasa Indonesia agar tetap dinamis dan berdaulat di era KA. Dengan demikian, kemampuan tersebut menjadi pilar perwujudan pendidikan bermutu untuk menghasilkan generasi hebat yang siap menghadapi tantangan global.

Penulis:

Muhammad Farhan
Putrina Happy Ughita

Terbaik I Duta Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Tahun 2025

Daftar Pustaka

Hartanto, A.Y. and Rohmah, F.N.R. (2024). Makin Marak Siswa Pakai AI Untuk Mengerjakan Tugas. tirto.id. Diakses dari https://tirto.id/penggunaan-ai-di-dunia-pendidikan-makin-marak-dan-merata-gZax

Juliandi, B., Munadi, K., Haris, A., Nizam, Kusumawardani, S.S., Wulandari, D., Pannen, P., Ekadiyanto, F.A., Wiryana, I.M., Purwarianti, A. and Alfarozi, S.A.I. (2024). PANDUAN PENGGUNAAN GENERATIVE ARTIFICIAL INTELLIGENCE (GenAI) PADA PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI. Edisi Pertama. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Diakses dari https://lldikti3.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2024/11/Buku-Panduan-_-Penggunaan-Generative-AI-pada-Pembelajaran-di-Perguruan-Tinggi-cetak.pdf

Li, Z., Shi, Y., Liu, Z., Yang, F., Liu, N. and Du, M. (2024). Quantifying Multilingual Performance of Large Language Models Across Languages. arXiv (Cornell University). https://doi.org/10.48550/arxiv.2404.11553

Rasyid, N. A. (2024). 10 negara pengguna AI terbanyak, Indonesia salah satunya. GoodStats. Diakses dari https://data.goodstats.id/statistic/10-negara-pengguna-ai-terbanyak-indonesia-salah-satunya-RLlmC

Siaran Pers. (2023). Bahasa Indonesia Disetujui Menjadi Bahasa Resmi Sidang Umum UNESCO. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Diakses dari https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/berita-detail/4081/bahasa-indonesia-disetujui-menjadi-bahasa-resmi-sidang-umum-unesco